asal usul kota wonogiri
Suatu ketika di Demak akan didirikan sebuah Masjid Agung sebagai pusat penyebaran agama islam.
Digelar sebuah rapat besar oleh Raden Patah bersama para Walisongo. Hingga diputuskan setiap wali mencari tiang penyangga dari kayu jati yang sudah tua, besar dan tinggi.
Segera para Walisongo berangkat mencari bahan tiang penyangga sesuai kesepakatan. Tak terkecuali Sunan Giri,
berangkatlah sunan giri mencari kayu ke daerah selatan. Perjalanan memakan waktu cukup panjang, berhari-hari Sunan Giri masuk dan keluar hutan, akan tetapi beliau tidak menemukan kayu jati sesuai dengan yang diinginkan.
Hingga tibalah Sunan Giri pada satu daerah yang penuh hutan dan berbukit-bukit.
Sunan Giri merasa disetiap langkahnya ada yang mengikuti. Akan tetapi dengan tetap berprasangka baik sunan giri tidak menghiraukanya.
Bahkan Sunan Giri sering bercanda dengan berpura-pura berlari dan menyembunyikan diri dibalik pepohonan.
Sambil mengintip apakah orang itu masih membuntutinya. Melihat yang sedang dibuntuti lari, orang tersebut segera menyusulnya. Begitu juga ketika Sunan Giri sedang bersembunyi, orang tersebut berusaha mencari hingga menemukannya.
Namun anehnya ketika Sunan Giri berusaha untuk menatap wajahnya. Orang tersebut cepat-cepat menyembunyikan jati dirinya.
Hingga tibalah Sunan Giri pada sebuah bukit kecil yang di bawahnya mengalir Sungai Bengawan Solo.
"Tempat ini sebenarnya banyak ditumbuhi pohon Jati. hanya saja masih terlalu pendek untuk dijadikan sebuah tiang masjid.
Saat melakukan perjalanan, Sunan Giri merasa heran dengan wilayah yang dilaluinya. Sejauh mata memandang hanya menemui hutan lebat dan gunung-gunung. Hingga sampailah Sunan giri disebuah hutan jati yang begitu lebat dan sangat luas.
" Gembira hati sang Sunan, karena perjalanannya selama ini tak sia-sia. Namun ada yang mengganjal di pikirannya. Perasaan yang awalnya senang kini diliputi oleh keraguan, sang Sunan khawatir si pemilik hutan tak mengizinkan kayu itu diminta atau ditukar sesuatu. “ Sungguh tak mungkin hutan ini tak bertuan.” berkata kata sendiri sunan giri dalam hatinya.
Sunan Giri pun mencari pemilik hutan itu. Dengan berjalan mengelililingi hutan mengikuti jalan setapak. Hampir saja dia menyerah dan memilih untuk beristirahat sejenak. Akan tetapi tak jauh dari tempat itu nampak sebuah pondok kecil dan sederhana. Bergegaslah Sunan Giri mendatangi pondok itu. " Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh....! “ " Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh....! “ kemudian terbukalah pintu pondok ini setelah sunan giri mengetuknya beberapa kali seraya mengucapkan salam kepada siapapun orang yg ada di dalamya.
"Mencari siapa, Kisanak ?" tanya seorang bapak tua yang keluar dari dalam pondok tersebut.
“ Maafkan jika kedatangan saya mengganggu, sebelumnya bolehkah saya bertanya ?” jawab sunan giri kepada bapak penunggu pondok tersebut.
“ Apakah Kisanak tersesat ? “
Tanya bapak penunggu pondok ini kepada sunan giri.
“ Oh tidak, saya hanya ingin bertanya, siapakah pemilik hutan ini ! “
Jawab sunan giri.
“ Owhh baik silahkan masuk !" “ Silahkan duduk dulu kisanak. Maaf kursinya reyot “ ucapa penunggu pondok seraya mempersilahkan sunan giri agar masuk.
“ Sayalah yang seharusnya meminta maaf karena telah mengusik ketenangan kisanak.”
"Ucap sunan giri kepada pemilik pondok hutan jati ini.
" Sebelum saya jawab, tentu tidak ada salahnya jika saya bertanya. Siapa kisanak dan dari mana asalnya ? Serta apa tujuannya sampai di hutan ini ? "
Sambil sedikit terheran heran, penunggu pondok hutan jati ini bertanya kepada
" Beribu maaf jika kedatangan saya di tempat ini dianggap lancang, Saya adalah Giri. Saya abdi dalem Sultan Demak Bintoro...." Belum selesai perkataan Sunan Giri, laki-laki itu turun dari kursinya dan bertindak akan menghaturkan sembah, namun segera sang Sunan mencegahnya. “ Kita ini sama-sama hamba Allah, kisanak. Tak ada yang berarti di hadapannya kecuali iman dan amal kita. “ “ Perkenalkan hamba Ki Donosari, pemilik hutan ini! Apapun keinginan kanjeng Sunan. Hamba persilahkan ! termasuk mengambil pohon yang diperlukan. “ “ Terima kasih Ki atas kemurahan hati membantu Demak Bintoro. Tak ada yang dapat saya berikan sebagai ucapan terima kasih. “ Usai berbincang Sunan Giri dan Ki Donosari menuju satu pohon jati yang besar, lurus dan berumur tua. Pohon jati ini diberi nama Jati Cempurung. Setelah yakin dengan pilihannya, Sunan Giri segera menebang pohon ini. Karena ukuran batang pohon yang begitu besar membuat Sunan Giri kerepotan untuk membawanya. “ Sungai apakah itu Ki? ” “ Itu sungai Keduang kanjeng, yang alirannya nanti sampai ke Bengawan Solo. “ “ Begini ki, bantulah saya untuk menghanyutkan kayu ini ke Sungai Keduang itu, nanti saya akan mengawalnya hingga mendekati Demak. “ Kemudian Ki Donosari memerintahkan seorang pesinden untuk naik batang Jati Cempurung sambil melantunkan tembang macapat. Meskipun aneh tetapi Jati Cempurung terasa lebih ringan ketika dibawa menuju sungai Keduang. Akhirnya sampailah mereka membawa pohon itu dipinggiran sungai. Sunan Giri menyampaikan rasa terimakasih kepada Ki Donosari atas kemurahan hati memberi Jati Cempurung dan membantu membawanya. “ Sepanjang perjalan yang saya lihat tidak lain hanyalah hutan-hutan dan gunung-gunung, karena itu saksikanlah daerah ini ku beri nama Wonogiri, kelak daerah ini akan ramai dan dihuni orang. “ Wonogiri, Kanjeng Sunan? “ “ Benar, Wono berati hutan dan Giri berarti gunung. “ “ Baiklah kanjeng Sunan, saya akan menjadi saksi bahwa daerah ini diberi nama Wonogiri. Sunan Giri juga sempat menamakan hutan itu Donoloyo. Begitu juga Ki Donsari berganti nama menjadi KI Ageng Donoloyo. Selanjutnya Sunan Giri mengawal kayu Jati yang hanyut di Sungai Keduang hingga sampai ke Bengawan Solo. Setibanya Sunan Giri dibukit tempat dahulu menancapkan tongkatnya. Dia berencana mengambil kembali tongkat itu. Namun dia keheranan karena melihat orang yang dulu membututinya masih menunggui tongkatnya. Segera Sunan Giri menghampiri sosok misterius itu dengan perlahan, serta menepuk pundak sosok itu, terkejutlah dia. Karena orang dia awasi, tiba-tiba berada dibelakangnya hingga tak mampu berkata-kata. “ Maaf kisanak karena membuatmu terkejut, sebenarnya aku tahu kisanak ini membuntutiku selama perjalanan beberapa waktu lalu. " " Maaf, Maafkan hamba !" Siapakah kisanak dan punya maksud apa? “ "Hamba Wasingo dan tak punya maksud apa-apa. Hamba hanya menuruti kata hati untuk mengikuti Kanjeng Sunan, akan tetapi hamba takut mendekat. “ “ Baiklah Wasingo. Sebagai tanda perkenalan terimalah tongkat ini, yang telah kau tunggu untuk beberapa waktu. Dan jadilah saksi aku akan memberi nama tempat ini sebagai Gunung Giri. “ Setelah berpamitan Sunan Giri melanjutkan perjalanan ke Demak Bintoro. Konon Wasingo tinggal di Gunung Giri dan setelah meninggal menjelma sebagai singa penunggu Gunung Giri.
Komentar
Posting Komentar